DPP 4 active site

DPP 4 active site

Rabu, 19 Oktober 2011

VILDAGLIPTIN SEBAGAI DPP4 INHIBITOR UNTUK TERAPI DIABETES MELLITUS TIPE 2.

A. Pendahuluan
Diabetes mellitus, DM dari bahasa Latin: mellitus, rasa manis adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:
• Defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.
• Defisiensi transporter glukosa.
• atau keduanya.
Diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia (tingginya kadar glukosa dalam darah). Diabetes melitus dapat mengakibatkan kerusakan pada beberapa organ tubuh seperti : mata, syaraf, ginjal, dan juga berkontribusi untuk berkembangnya proses penyakit aterosklerosis yang akan berefek pada gangguan jantung, otak dan organ lain dalam tubuh.
DM berdasarkan kebutuhan insulinnya terbagi menjadi dua tipe yaitu:
1. Type 1, membutuhkan insulin dan biasa disebut Insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM).
2. Type 2, tidak membutukan insulin yang biasa disebut Noninsulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM).
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah penyakit yang ditandai resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Lebih lanjut, kondisi ini juga ditandai tingginya kadar glukagon dalam plasma yang sulit turun atau bahkan meningkat, setelah glukosa atau karbohidrat masuk ke dalam tubuh secara oral. Oleh karena itu, DM tipe 2 merupakanpenyakit yang kompleks. Pengobatan yang optimal perlu dilakukan secara menyeluruh.
Penelitian terkini mengarah pada hormon-hormon yang dikeluarkan usus yang berfungsi sebagai perangsang sekresi insulin yang poten disebut inkretin. Glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP) adalah hormon inkretin pertama yang berhasil diisolasi, diikuti dengan ditemukannya glucagone like peptide-1 (GLP-1) pada tahun 1985. GIP dan GLP-1 adalah dua kunci utama dalam hemostasis glukosa pada subjek sehat, bertanggung jawab terhadap 90% respon inkretin. GIP dan GLP-1 adalah peptida gastro intestinal (GI), disekresikan dari sel-sel L dan K usus kecil, sebagai respon terhadap nutrisi yang masuk ke dalam pencernaan (Gambar 1). Kedua hormon tersebut memiliki efek yang dimediasi melalui reseptor GPCR. Selain bekerja sebagai insulinotropik, kedua hormon memiliki efek dapat meningkatkan massa sel beta melalui regulasi proliferasi sel beta, neogenesis dan apoptosis.


Gambar 1. Sintesis dan sekresi GLP-1 dan GIP.

GLP-1 adalah 30 asam amino peptida atau 31 asam amino peptida berasal dari protein yang lebih besar (proglukagon) dan disekresikan oleh L cells, lokasi utamanya di distal GI tract (ileum dan colon). GIP dan GLP-1 keduanya adalah anggota superfamili peptida glukagon, memiliki homologi asam amino yang sama. GIP adalah suatu peptida asam amino 42 tunggal yang terletak di kromosom 17 pada manusia. GIP disekresikan dalam satu bentuk bioaktif tunggal oleh sel K dan dilepaskan dari usus kecil bagian atas (duodenum dan jejunum poksimal), menstimulasi pelepasan insulin sebagai respon terhadap pencernaan karbohidrat dan lipid.
Sedangkan GLP-1 adalah suatu produk transkripsi gen proglukagon, terletak di rantai panjang kromosom 2, yang mengkode tidak hanya GLP-1 tetapi juga glukagon, GLP-2, dan peptida yang berasal dari proglukagon lainnya. GLP-1 terekspresikan terutama di sel-sel L mukosa yang terletak di usus distal (ileum dan kolon), dan juga di sel-sel alfa pankreas, serta di neuron dari beberapa bagian otak (hipotalamus, pituitari, nukleus saluran solitaries, nukleus retikuler).
GIP memiliki efek stimulasi sekresi insulin pada bintang dan manusia. Dalam kondisi fisiologis tampak bahwa pemberian makanan dalam jumlah yang lebih kecil tapi dapat diserap dengan cepat, dapat mengaktifkan hormon inkretin bagian atas GIP. Mencerna makanan dalam jumlah besar mengandung nutrisi kompleks, juga dapat mengaktifkan inkretin GLP-1 distal.
GLP-1 menstimulasi sekresi insulin yang diinduksi glukosa pada sel langerhans terisolasi, pada pankreas dan pada keseluruhan organisme, pada binatang dan manusia. Efek GLP-1 pada sekresi insulin sangat bergantung pada glukosa dan tidak ada efek GLP-1 pada sekresi insulin untuk konsentrasi glukosa di bawah ambang tertentu (mendekati 4,5 mmol/l).Mekanisme molekuler stimulasi sekresi insulin oleh GLP 1 dapat dilihat pada gambar berikut :








Gambar 2. Stimulasi Sekresi Insulin Oleh GLP 1
Pengikatan GLP-1 pada reseptornya akan mengaktivasi adenilat siklase; tingkat cAMP intraselular yang meningkat akan menyebabkan aktivasi protein kinase A (PKA) dan cAMP-GEFII (Epac2). Peningkatan kadar glukosa dalam darah diiringi peningkatan GLP-1. Ketika GLP-1 terikat pada reseptornya, maka akan meningkatkan ATP, sehingga kanal K+ tertutup. Penutupan kanal ini akan memicu terjadinya depolarisasi yang akan membuka kanal Ca2+, sehingga menyebabkan peningkatan ion Ca2+intrasel. Peningkatan kadar Ca2+intrasel akan menstimulasi keluarnya ion Ca2+dari organel penyimpan ion tersebut, yaitu dari retikulum endoplasma. Peningkatan kadar ion Ca2+ ini akan mengubah fungsional sel, misalnya sel β pancreas, salah satunya adalah eksositosis granul berisi insulin. Dengan mekanisme tersebut, GLP-1 berperan dalam menstimulasi sekresi insulin (Holst, 2007).
Kadar GIP dan GLP-1 dalam sirkulasi darah sangat rendah pada kondisi puasa dan secara cepat meningkat setelah makanan dicerna. Kadar GLP-1 bioaktif dalam plasma pada manusia normal puasa adalah 5-10 pmol/L dan meningkat dua sampai tiga kali lipat setelah makanan dicerna. GIP dan GLP-1 terdegradasi oleh enzim DPP-IV (dipeptidyl peptidase-4), yang membagi bentuk aktif diposisi 2 alanin menghasilkan fragmen peptida antagonis yang lemah atau tidak aktif. Enzim DPP-IV terekspresikan di berbagai organ tubuh termasuk di berbagai organ, termasuk di endoteliel vaskuler dan kapiler vili.
DPP-4 tersebar secara luas di jaringan, baik di permukaan membran sel peptidase dan sebagian kecil terlarut dalam plasma darah. Pada manusia, DPP-4 terdapat pada sel epitel, kapiler enditolia dan sel limfosit. Ekspresinya meliputi pada saluran pencernaan, empedu, sel-selpankreas, ginjal, kelenjar getah bening, rahim, plasenta, prostat, hati, limpa, paru-paru dan otak.
DPP-4 terdiri dari 2 domain : terminal N β-propeller domain danujung C β- hidrolase, dimana kedua domain tersebut membentuk rongga dan sisi aktif. Sebagai suatu enzim, maka DPP-4 membutuhkan substrat, dan salah satu substratnya adalah GLP-1 dan GIP. DPP-4 merupakan glikoprotein transmembran tipe 2, yang terdiri dari domain ektraselular yang luas, daerah single transmembran, dan ujung sitoplasmik yang pendek. DPP-4 memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai regulator protease dan sebagai suatu protein binding. Selain GLP-1, beberapa substrat penting dari DPP-4 meliputi neuropeptida Y (NPY), peptide YY (PYY), Growth hormone-releasing hormone (GHRH), GIP (gastric inhibitory polypeptide), sel stromal, dan makrofag, derifat chemokine. Peran DPP-4 dalam proses inaktivasi dari peptide bioaktif dimediasi oleh kemampuan untuk memotong dipeptida Xaa-Pro atau Xaa-ala dari ujung N pada peptide regulator.
GLP-1 didegradasi oleh DPP-IV, suatu serin protease yang terdistribusi secara luas dalam tubuh. Enzim ini memecah dua asam amino dari peptida kecil mengandung alanin atau prolin di posisi kedua peptida N-terminus (Gambar 2). Enzim ini disebut juga T-cell antigen CD26, atau adenosine deaminase complexing protein 2 (ADA) ditemukan di berbagai lokasi termasuk usus dan membran brush-border ginjal, di hepatosit dan sel-sel endotel pembuluh kapiler dan dalam bentuk larut dalam plasma.

Gambar 2. Degradasi GLP-1 oleh DPP-IV
Walau secara spesifik enzim ini memiliki peran dalam metabolisme berbagai peptida endogen, terlihat DPP-IV memiliki peran penting dalam menonaktifkan GLP-1. Deacon et al., melaporkan bahwa pemotongan N-terminal GLP-1 endogen dan eksogen mungkin memiliki peran fisiologis dalam mendegradasi GLP-1 native dengan cepat.
Peptida tersebut tampak memiliki waktu paruh dalam plasma selama 1-2 menit, dengan kecepatan klirens metabolik sebesar 5-10 L/menit, melebihi kardiak output dengan faktor sebesar 2 sampai 3. Pada pasien DM tipe 2, berbagai penelitian menunjukkan hubungan antara kontrol glikemia dan aktivitas DPP-IV dalam plasma. Tetapi tidak ada hubungannya dengan jumlah hormon aktif secara biologis dalam plasma.
Gangguan yang diketahui pada kelompok sindrom metabolik meliputi diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dislipidemia, dan kegemukan. Pengobatan DM tipe 2 tidak memuaskan karena tidak mencegah dan mempertahankan mutu hidup. Sulfonilurea dan glinides (contoh repaglinide) keduanya dapat diberikan pada penderita hiperglikemia. Rangsangan induksi pengeluaran insulin yang diperpanjang oleh GLP-1 endogen (saat dicapai dengan penghambat DPP IV) adalah usaha fisiologis untuk meningkatkan pengeluaran hormon insulin.
Pada penderita diabetes melitus tipe 2, terjadi kekurangan inkretin sehingga keseimbangan glukagon dan insulin terganggu. Berkurangnya jumlah inkretin dikarenakan adanya penghambatan oleh DPP-4 (Dipeptidyl peptidase–4). Dengan sedikitnya jumlah inkretin maka insulin yang dihasilkan tidak cukup. Keseimbangan insulin dan glukagon terganggu: insulin menurun, glukagon meningkat. Akibatnya kadar glukosa darah meningkat. Untuk itu diperlukan obat yang dapat menghambat DPP-4, supaya insulin meningkat, glukagon menurun, akibatnya kadar glukosa darah menjadi normal. Salah satunya adalah Vildagliptin
B. Vildagliptin sebagai DPP 4 Inhibitor
Dalam Tubuh terdapat hormon inkretin yang berperan dalam pengaturan kadar gula darah. Hormon Inkretin terdiri dari GLP-1 (glucagon-like peptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotropic polypeptide). Hormon inkretin berfungsi untuk mengatur kontrol glukosa darah dan memperbaiki fungsi keseimbangan antara glukagon dan insulin. GLP-1 merangsang sekresi insulin dan biosintesis dan menghambat pelepasan glukagon pada saat kadar glukosa darah meningkat.
Telah diketahui bahwa mekanisme, kinetik dan selektifitas dari penghambat mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pemahaman tentang farmakologi dan efek pada target. Penghambatan kekuatan ikatan adalah hal yang penting dalam farmakologi karena ikatan obat dapat menghambat fungsi enzim sebelum obat bebas keluar dari sistem sirkulasi atau tempat aksi yang spesifik.

Gambar 3. Mekanisme aksi vildagliptin.
Inhibitor DPP-IV tersedia dalam bentuk oral dengan berat molekul yang rendah dengan bioavaibilitas oral yang tinggi. Cara kerja obat ini bersifatkompetitif dan reversibel menghambat 90 % aktivitas DPP-IV dalam plasma selama 24 jam. Penghambatan DPP-IV terlihat dapat meningkatkan sekitar dua kali lipat bentuk aktif GIP dan GLP-1 endogen dalam sirkulasi darah. Karenanya, memperbaiki sekresi insulin yang mengalami gangguan dan hiperglukagonemia. Sejauh ini, inhibitor DPP-IV aman digunakan tanpa risiko hipoglikemia berat.
Vildagliptin disetujui penggunaannya di Eropa dan beberapa negara yang lain setelah sitagliptin disetujui di Amerika pada oktober 2006. Vildagliptin dalam bentuk sediaan oral digunakan 2x sehari. (Lovshin, J. A. & Drucker, D. J. 2009). Obat ini adalah agen anti-hiperglikemik oral dari kelompok obat baru yang dikenal sebagai penghambat DPP-IV (dipeptyl peptidase-IV). Vidagliptin mengurangi konsentrasi gula darah dengan meningkatkan pengaruh inkretin.
Vildagliptin merupakan Dipeptidyl peptidase–4 Inhibitor (DPP-4 Inh) yang poten, selektif dan reversible. Vildagliptin memperpanjang waktu kerja GLP-1 sehingga terjadi peningkatan insulin dan sekaligus menekan sekresi glukagon sehingga terjadi kontrol glukosa darah yang diinginkan. Vildagliptin memperbaiki sensitivitas sel alfa dan beta terhadap glukosa karena meningkatnya glucose-dependent insulin secretion dan menurunkan sekresi glukagon, juga mampu memperbaiki fungsi sel beta. Kerusakan progresif pada fungsi sel beta pankreas yang terjadi pada T2DM (Type 2 Diabetes Melitus) yang diikuti dengan hilangnya massa sel beta, lebih besar dikarenakan apoptosis yang meningkat.
Untuk merespon makanan, GLP-1 aktif disekresikan oleh sel L intestine. Tanpa adanya vildagliptin, GLP-1 secara cepat diinaktivasi dan didegradasi oleh enzim DPP-IV. Vildagliptin akan mengikat DPP-IV, sehingga GLP-1 tetap aktif. dan pankreas akan meningkatkan pelepasan insulin dan menurunkan pelepasan glukagon.

DaftarPustaka

A. Mari, W. M. Sallas, Y. L. He, C. Watson, M. Ligueros-Saylan, B. E. Dunning, C. F. Deacon, J. J. Holst, and J. E. Foley, 2005, Vildagliptin, a Dipeptidyl Peptidase – IV Inhibitor, Improves Model Assesed β-cell Function in Patients with Type 2 Diabetes, J. Clin. Endocrinol. Metab 90:4888-4894

Holst, Jens Juul., 2007, The Physiology of Glucagon-like Peptide 1, Physiology Review87 : 1409 – 1439

Hui, H., Xiaoning Z., dan Riccardo P., 2005, Review : Structure and function studies of glucagon-likepeptide-1 (GLP-1): the designing of a novelpharmacological agent for the treatmentof diabetes, Diabetes/Metabolism Research and Review 21 : 313-331.

Kirby, M., Denise M.T., Stephen P.O., dan Mark D.G., 2010, Inhibitor selectivity in the clinical application ofdipeptidyl peptidase-4 inhibition, Clinical Science 118 : 31-41

Lovshin, J. A. dan Drucker, D. J. 2009. Natural Reviews Endocrinol. Volume V. Macmillan Publishers Limited: Canada.

Richard E Pratley, AfshinSalsali dan Glenn Matfin, 2006,Review: Inhibition of dipeptidyl peptidase-4 with vildagliptin: a potential new treatment for type 2 diabetes, British Journal of Diabetes & Vascular Disease 6: 150